(0331) 6546436755
smadasit@yahoo.com

SEMANGAT RESILIENSI UNTUK NEGARA TANGGUH

Oleh : administrator Kategori : ARTIKEL 28 October 2021

SEMANGAT RESILIENSI UNTUK NEGARA TANGGUH


Hampir semua orang pasti pernah menghadapi situasi yang menantang, frustasi, kekecewaan, kesulitan, dan kegagalan dalam hidupnya. Setiap orang punya cara masing-masing dalam menghadapi hal tersebut. Sebagian orang terjebak dalam keterpurukan dan meratapi kegagalan, namun sebagian yang lain memilih untuk bangkit, beradaptasi, dan berusaha untuk menciptakan kembali kondisi yang menyenangkan.

Kemampuan adaptasi dan reaksi seseorang terhadap tantangan didasarkan pada sumber daya psikologis, salah satunya adalah resiliensi. Menurut Ledesma (2014), resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, frustrasi, dan kemalangan. Seseorang dengan kemampuan resiliensi yang bagus, tidak mudah putus asa, selalu positive thingking, memiliki kematangan emosi, dapat berinteraksi baik dengan orang lain, dan mampu mengelola resiko secara mandiri.

Perubahan jaman dengan segala kondisinya selalu membawa konsekuensi, baik positif maupun negatif. Demikian pula dengan generasi yang tumbuh di tengah pesatnya kemajuan teknologi digital seperti saat ini. Tanpa sadar hal ini sangat mempengaruhi resiliensi mereka. Terbiasa dengan kondisi yang serba cepat, generasi sekarang pun mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan segala macam hal yang diinginkan secara langsung. Tidak mau repot, lelah, dan ingin semuanya serba cepat tanpa mempedulikan bahwa segala sesuatu itu perlu proses dan butuh waktu.

Contoh resiliensi rendah pada anak usia dini yang sering kita temui yaitu minimnya keinginan memperbaiki mainan yang rusak. Biasanya dengan segera mereka akan meminta membeli mainan baru. Tidak jauh berbeda pada kehidupan para remaja. Mereka sangat tergantung pada keadaan yang serba mudah ini, dan menjadi sangat manja terhadap teknologi. Sebagian remaja terbiasa menerima mentah-mentah informasi yang didapat tanpa diolah dan dibuat solusi baru yang kreatif. Remaja seperti ini akan bermental instan, sulit menghadapi tantangan dan permasalahan. Sebagai contoh, dalam pembuatan makalah. Kemudahan mengakses informasi menyebabkan pengerjaan tugas terkesan asal jadi. Dengan membuka Google, kemudian mengetik apa yang ingin dicari, lalu copy-paste dari sumber mana pun dan tugas selesai.

Menurut Socrates dalam Bloom (1991), “Then the man who’s going to be a fine and good guardian of the city for us will in nature be philosophic, spirited, swift, and strong”. Kriteria seorang pemimpin yang baik antara lain bersemangat, cepat, dan kuat. Pertanyaannya, bagaimana generasi ini akan membangun Indonesia menjadi negara yang tangguh jika mereka tumbuh dan dibesarkan dalam dunia yang serba instan? Minim proses dan perjuangan? Jarang bergerak dan berkeringat? Kurang tantangan dan tekanan? Sanggupkah?

Menurut Wulandari (2020), ada dua alasan mengapa resiliensi semakin dibutuhkan seiring perubahan jaman yaitu, (1) karena gaya hidup dan pola perilaku individu di masyarakat terus berubah, menghadirkan berbagai tantangan yang berbeda dan semakin kompleks dalam interaksi sosial; dan karena itu jugalah (2) stressors dan adversity dalam lingkungan tumbuh kembang anak pun menjadi semakin beragam.

Menumbuhkan resiliensi anak di tengah perkembangan jaman yang begitu pesat, merupakan tantangan berat para orang tua. Orangtua sebagai pendamping utama tumbuh kembang anak memiliki peran besar dalam menumbuhkan resiliensi melalui pengasuhannya sehari-hari. Pola pengasuhan dan lingkungan tumbuh kembang yang positif sangat diperlukan dalam proses belajar anak untuk menjadi individu resilien, termasuk di dalamnya menyediakan contoh-contoh baik yang setiap saat dapat diakses oleh anak sebagai rujukannya dalam berperilaku.

Bila tidak diarahkan secara benar, masa depan para generasi muda bisa terancam. Tantangan persaingan antara mereka cukup tinggi. Mereka dituntut untuk memiliki kompetensi yang tinggi. Untuk itu, bekal pengetahuan dan jiwa kreativitas harus mutlak ditanamkan pada generasi milenial tersebut. Di masa depan, Indonesia sangat membutuhkan individu-individu yang kreatif. Tentu saja, pendidikan yang mengedepankan kretivitas butuh proses, tidak bisa instan. Harus dimulai sejak dini, dan memerlukan pembiasaan yang konsisten.

Pengembangan karakter resiliensi adalah sebuah perjalanan individu anak, namun tetap membutuhkan pendampingan keluarga untuk menuntun mereka melalui perjalanan mencapai ketangguhan. Saat anak mengalami masa sulit dan dia memiliki orang dewasa yang bisa membantunya, tentu akan memperkuat ketahanan dan ketangguhannya dalam menghadapi masalah. Semangat resiliensi ini harus dimiliki setiap keluarga untuk membentuk generasi-generasi tangguh dan  menjadi landasan untuk membangun negara yang tangguh.

Ketangguhan, kemauan dan tekad yang kuat dari para generasi muda  akan menentukan ke mana arah Indonesia di masa depan. Generasi muda bangsa Indonesia harus memiliki kualitas yang prima sehingga dapat menjadi harapan untuk menatap optimisme Indonesia menjadi negara yang disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia.

Penulis

NIKMATIL HASANAH

administrator

Administrator

Postingan Terbaru