Setiap
orang mempunyai harapan ataupun ekspetasi tinggi di tahun baru. Tidak hanya
personal, pemerintah pun mempunyai ribuan list
program yang akan dilaksanakan. Semuanya terasa buyar dan hambar setelah
pandemi Covid-19 terjadi di negara kita tepat sebelas bulan lalu. Saat itu
apakah kita siap menghadapi pandemi? Tentu belum siap, karena memang belum
siap-siap. Semua aspek sangat merasakan dampak pandemi ini. Aspek ekonomi,
aspek sosial, maupun aspek pendidikan yang sangat terdampak dengan adanya
pandemi. Aktifitas dilumpuhkan sementara untuk pencegahan virus. Langkah-langkah
pencegahan virus telah dilakukan oleh pemerintah, dari social distancing, PSBB, sampai penyuntikan vaksin. Namun sampai
saat ini, pandemi juga belum berakhir.
Pandemi
bukan berarti kita meratapi dan berdiam diri tanpa melakukan aktifikas
bermanfaat untuk diri ini. Salah satu contoh seorang guru dan murid-muridnya.
Guru tetap melaksanakan pembelajaran ditengah pandemi. Para murid tetap
mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Pembelajaran
dilaksanakan secara daring untuk zona orange-merah, dan dilaksanakan secara
luring untuk zona kuning-hijau dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Guru
dituntut untuk merancang pembelajaran yang dapat menumbuhkan semangat murid di
tengah pandemi. Orang tua juga berperan aktif untuk meningktakan semangat
belajar murid di era yang tak biasa ini. Walaupun pembelajaran di masa pandemi tak semuanya
berjalan lancar, selancar jalan tol. Keluhan guru dan orang tua makin beragam
setiap harinya. Murid lebih rajin bermain game
daripada mengerjakan tugas sekolah misalnya. Alasannya pun beragam, dari memojokkan
guru karena kebanyakan memberi tugas sampai karena kuota mereka terbatas.
Terdapat
banyak cerita menarik yang bisa diceritakan selama masa pandemi ini. misalnya
saja tentang penugasan yang diberikan guru terhadap murid. Penugasan yang
diberikan guru selalu menggunakan tenggat penyelesaian. Hal ini karena guru
ingin tetap mengajarkan kedisiplinan dan
tangung jawab kepada muridnya. Suatu hari guru Prakarya dan
kewirausahaan (Ibu Andin, red) meminta muridnya mengumpulkan tugas makalah paling
lambat 13 Desember 2020 pukul 20.00 WIB. Keesokan harinya Ibu Andin mengecek
tugas yang telah dikumpulkan muridnya melalui classroom. Setelah dicek dan dikoreksi ternyata ada murid yang
belum mengumpulkan tugas akhir tersebut.
“Bagaimana
bisa ada murid yang telat mengumpulkan tugas? padahal sudah di ingatkan dan
rentang waktu pengerjaan sangat lama, pantas saja jika banyak guru mengeluh
tentang pembelajaran” kata Ibu Andin dalam hati, jengkel.
Tok..
tok.. tok.. tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah Ibu Andin tepat pukul 08.00
WIB.
“Assalamualaikum..
Assalamualaikum” suara laki-laki terdengar di depan pintu rumah Ibu Andin.
Bapak
Santoso, orang tua Ibu Andin membuka pintu dan menemui seseorang bermasker
sedang berdiri di depan pintu.
“Waalaikumsalam,
iya. Siapa? Mau bertemu siapa?” Kata Bapak santoso yang tidak mengenali seseorang
bermasker tersebut.
“Ibu
Andin ada di rumah pak?” tanyanya
“Iya
ada, sebentar saya panggilkan ya, silahkan masuk.” Bapak Santoso membuka
pintunya lebar-lebar.
“Baik,
terimakasih pak” seseorang bermasker tersebut tetap berdiri di depan pintu.
“Diinnn,
ada tamuuu” panggil bapak Santoso.
“Siapa
pak?” (ganggu orang lagi ngoreksi aja, mana hati masih jengkel karena murid
bandel tidak mengumpulkan tugas)
“Bapak
tidak tahu, orangnya bermasker, tidak kenal juga, sepertinya tidak pernah
kesini” kata bapak Santoso sambil clingak-clinguk karena seseorang tersebut
masih berdiri di depan pintu
“Iyaaaaa
sebentaaarrrr” Ibu Andin tergesa-gesa mengambil hijabnya dan segera keluar
menemui seseorang bermasker tersebut.
Setelah
di depan pintu Ibu Andin mengernyitkan dahi, dia belum mengenali sesorang
tersebut. Ini orang siapa sih?
“Assalamualaikum
Ibu Andin, permisi bu, maaf saya mengganggu Ibu Andin” seseorang tersebut
mencoba membuka masker karena Ibu Andin tampak belum mengenalinya.
“Waalaikumsalam.
Oalahhh Alfahri, Ibu pikir siapa, ayo silahkan masuk Al” Ibu Andin
mempersilahkan Alfahri masuk.
“Silahkan
duduk, ada apa al?” tanya Ibu Andin.
Alfahri
tidak duduk, dia hanya berdiri, membuka tasnya kemudian mengeluarkan kertas
dengan cover warna kuning.
“Ini
tugas saya bu, mohon maaf saya telat mengumpulkan dan tugasnya saya tulis
tangan bu, apakah tugas ini bisa diterima bu? karena tenggatnya tadi malam
pukul 20.00 WIB. Maaf bu, saya baru membaca informasi di grup WhatsApp” kata Alfahri panjang lebar.
Alfahri
merupakan murid yang tidak mengumpulkan tugas makalah prakarya tersebut.
Alfahri inilah yang membuat Ibu Andin badmood
pagi hari ini. Karena setahu Ibu Andin, Alfahri termasuk salah satu murid
yang rajin dalam pembelajaran apapun. Namun kali ini dia telat mengumpulkan
tugas makalah dan sebelumnya tidak konfirmasi atas keterlambatannya. Penuh
tanda tanya. Ada apa anak ini?
“Tugasnya
dikumpulkan di classroom dalam bentuk
file pdf dan diketik ya, jadi tidak perlu dikumpulkan hardcopy seperti ini dan
seharusnya juga tidak perlu repot-repot datang kemari” kata Ibu Andin mencoba
menjelaskan.
“Bagaimana
kamu bisa terlambat mengumpulkan tugas? Kenapa juga baru membaca informasi di
grup?” tanya ibu Andin dengan rasa penasaran.
“HP
saya tidak ada bu”
“Tidak
ada bagaimana? Hilang?”
“HP
saya rusak bu, masih diperbaiki selama sebulan terakhir ini. Jadi saya
terlambat mengumpulkan tugas. Ini juga alasan saya mengerjakan tugas dengan
tulisan tangan dan tidak mengumpulkan di classroom
bu, mohon maaf ya bu, apakah tugas saya bisa diterima bu?” penjelasan Alfahri
membuat Ibu Andin merasa iba.
“Kenapa
tidak meminjam HP orang tua atau saudaramu?” tanya Ibu Andin
“Sungkan
bu, saya takut tidak sopan jika mengumpulkan tugas melalui HP orang lain” jawab
Alfahri dengan posisi masih berdiri dan kepala menunduk. Tidak heran. Dia
memang salah satu murid dengan etika sangat baik.
“Lain
kali jika HP mu bermasalah, kamu boleh klarifikasi atau mengumpulkan tugas
menggunakan HP orang tua atau saudaramu, daripada kamu terlambat
mengumpulkannya.” Saran ibu Andin.
“Baik
bu, terimakasih sarannya, sekali lagi saya minta maaf ya bu” entah berapa kali
Alfahri mengucapkan kata maaf.
Penjelasan
Alfahri membuat ibu Andin tidak sanggup menolak tugasnya, walaupun lewat
tenggat yang telah ditentukan. “Baik, saya terima tugasnya”
“Terimakasih
banyak bu, terimakasih sudah menerima tugas saya, saya pamit pulang ya bu, ini
untuk Ibu Andin” Alfahri memberikan sebuah kotak kue.
“Kenapa
terburu-buru? Apa ini Al?” tanya ibu Andin
“Saya
hendak mengantar kakek check up ke
rumah sakit bu. Itu tanda permintaan maaf saya bu, permisi pulang ya bu,
Assalamualaikum” pamit Alfahri
“Waalaikumsalam”
Ibu
Andin masuk ke kamarnya dan mengoreksi tugas makalah Alfahri. Memang berbeda
dengan yang lain. Tulisan tangan yang sangat rapi. Sembari mengoreksi tugas,
ibu Andin membuka kotak yang diberi Alfahri. Kotak tersebut berisi dua kue dan
selembar kertas bertuliskan “Dari Seorang Murid, Mohon Maaf ya bu..”. Ibu Andin
tersenyum dan terkesan dengan perlakuan muridnya itu. Bukan kuenya, tapi
kesopanannya.
Alfahri
tidak mengeluhkan keadaannya saat ini, tidak memojokkan gurunya karena
penugasan yang diberi guru di masa pandemi, juga tidak membiarkan tugasnya dinilai
kosong oleh Ibu Andini. Namun dia berusaha mencari jalan keluar supaya tetap
mengumpulkan tugas tepat waktu, bagaimanapun caranya supaya tetap
mempertanggung jawabkan tugas yang diberikan oleh guru. Kejadian ini
mencerminkan sikap seorang murid yang belajar kedisiplinan dan tanggung jawab. Karena
memang seharusnya kita semua belajar disiplin dan tanggung jawab terhadap tugas
yang kita emban, bukan acuh tak acuh dengan penugasan. Seorang guru juga seharusnya
bisa lebih memahami dan memaklumi atas kejadian-kejadian yang tidak diinginkan,
selama siswa tersebut masih mencoba mempertangung jawabkan.
Sekian.
Semoga bisa dijadikan pelajaran.
Oleh:
KHOLIFATUR
ROSYIDAH, S.Pd
SMAN
2 SITUBONDO