Berjalan menyusuri rumah-rumah menuju gedung sekolah untuk
mencari ilmu masa depanku. Bertemu guru dan teman-teman di kelas. Namun, entah
mengapa itu semua seketika menghilang dari kegiatanku sehari-hari. Saat ini,
yang bisa aku lakukan hanya “ Sekolah dari rumah” dan menjadikan rumah sebagai
sekolah pribadiku.
Ketika pertama kali membuka mata, aku sedang berada dalam
sebuah gedung kokoh yang sering menjadi kelas bagiku. Selain ranjang di sebelah
kiri lemari besar, ada banyak sekali buku pelajaran di atas meja cokelat
sebelah kanan jam dinding. Jam dinding itu seketika menjadi bel masuk dan bel
pulang di kelasku.
Dalam situsi saat ini, aku adalah siswi kelas XII SMA yang
terlahir dari keluarga sederhana. Aku mempunyai satu adik laki-laki yang saat
ini sudah duduk di kelas 6 SD dan kita berdua sama-sama belajar dari rumah atau
biasa disebut daring. Yah, ayahku
adalah seorang kuli bangunan. Seperti yang kita semua tahu bahwa honor seorang
kuli bangunan tidak seberapa. Sedangkan, ibuku hanya seorang ibu rumah tangga
seperti ibu-ibu lainnya. Walaupun begitu, ayah dan ibuku tetap mejadi orang tua
terbaik sedunia.
“yah, jika ada nominasi untuk ayah terbaik. Itu wajib
diberikan kepada ayahku ini”, ucapku menghibur ayah setiap ayah pulang bekerja.
Walau pertanyaan ayah yang nantinya juga akan tetap sama ketika aku bilang
seperti itu.
“mengapa begitu nak?”, jawab ayahku dengan wajah sedikit
tertawa.
“iya, karena memang ayah yang terbaik sedunia, bahkan ayah
bisa menjadi pahlawan dalam hidupku, penyelamat bagiku, dan tidak akan pernah
ada yang pantas mengganti posisi ayah”, jawabku melengkapi pertanyaan ayah. Dan
yah... ayahku hanya bisa terseyum dengan mata yang berkaca-kaca memandangku.
Ketika daring , aku selalu mengeluh dan bertanya-tanya
mengapa semua ini dapat terjadi. Bahkan, ketika pemerintah mengumumkan
perpanjangan masa belajar dari rumah, keluargaku sagat kaget mendengar hal itu.
Mengapa tidak? Keluargaku ini sangat miris dengan ekonomi. Seperti teman-teman
lainnya, aku dan adikku membutuhkan kuota internet untuk mengikuti pembelajaran
secara daring. Dan itu semua sangat membuat ayah dan ibuku bingung.
“bu, mengapa aku dan adikku harus belajar dari rumah?”,
tanyaku kepada ibu ketika menemaniku belajar.
“nak, kamu tidak boleh mengeluh, semua ini hanya keadaan
yang memaksa kalian belajar dari rumah demi keselamatan kalian”, jawab ibuku.
Hingga suatu hari, ayahku mengalami kecelakaan dan membuat
ayah harus dirawat di rumah sakit. Ibu dan aku sangat bingung bagaimana dengan
biaya rumah sakit ayah. Untungnya orang yang telah menabrak ayah mau
bertanggung jawab untuk membiayai rumah sakit ayahku. Karena hal itu, ayahku
diberhentikan dari pekerjaannya. Sehingga membuat aku dan ibuku bingung
bagaimana nantinya keluarga ini jika ayah tidak berkeja.
“bu, apa aku harus berhenti sekolah dan mencari pekerjaan
untuk membantu ibu?”, kataku kepada ibu. Walaupun aku sangat ingin tetap
sekolah untuk bisa melanjutkan ke universitas impianku.
“ jangan begitu nak, kamu harus tetap sekolah dan harus bisa
melanjutkan ke universitas yang kamu impikan”, jawab ibuku.
“tetapi bu, jika aku berhenti sekolah maka ibu tidak perlu
pusing dengan biaya sekolahku nanti. Biar adik saja yang bersekolah”, jawabku
dengan sedikit memaksa.
“jangan nak, biar ibu aja yang mencari usaha untuk biaya
sekolahmu dan adikmu”, kata ibu dengan lebih memaksa.
Ketika itu, orang yang menabrak ayah mendengar semua yang
aku dan ibuku bicarakan. Orang itu sangat kaya, memiliki perusahaan terkenal di
Jakarta dan orang itu juga sangat baik. Lalu orang itu, menhampiri ibuku.
“bu, apa benar anak ibu mau berhenti sekolah karena masalah
ekonomi?, tanya orang yang nabrak ayah kepada ibuku.
“iya pak. Tapi semua itu tidak aku harapkan. Karena aku
yakin bahwa anakku ini bisa menjadi orang sukses nantinya”, jawab ibuku.
“jika semua ini terjadi karena kecelakaan yang sudah saya
perbuat, bagaimana jika ibu saja bekerja di perusahaan saya dan untuk biaya
sekolah atau kuota internet anak ibu itu semua saya yang menanggung”, jawab
orang itu dengan senang hati.
“bener pak? Terima kasih pak sudah membantu keluarga saya,
saya mau dan siap bekerja di perusahaan bapak”, jawab ibuku sambil menangis
bahagia setelah mendengar itu semua.
Dan ibuku langsung menceritakan semua itu kepadaku. Setelah
mendengar itu, aku merasa bahagia jika ada yang mau membantu keluargaku. Dengan
semua itu, tentang pikiranku untuk berhenti sekolah sudah aku buang jauh-jauh.
Saat ini, dalam pikiranku hanya belajar yang rajin walaupun itu semua dilakukan
di rumah.
“aku mempunyai keluarga yang harus aku banggakan” hanya itu
yang menjadi penyemangatku.
Dengan penyemangat itu, aku akhirnya bisa melanjutkan ke universitas impian dengan beasiswa yang aku dapatkan selama bersekolah dari rumah. Ayah, ibu, dan adikku merasa bangga dengan pencapaian yang aku peroleh selama ini. Aku sangat bersyukur bisa membuat mereka semua bangga.