RAJUTAN
MIMPI
Nura Syaifiyah Salsabila
“Pembahasan masa depan
yang melelahkan”
Aku Nana,
anak terakhir dari tiga bersaudara. Aku dari keluarga yang disegani oleh
masyarakat. Aku terlahir yang paling biasa. Terlalu muak mengikuti tuntunan
orang dewasa. Tidak suka terlalu berambisi. Dan tidak menikmati hidup.
Ingin
bergerak sendiri.Mengambil keputusan sendiri. Semua hanya keinginan,yang tidak
akan terwujud. Dan tidak mampu aku lakukan.
Boneka.Benar
itulah aku.Dimainkan agar mewujudkan impian mereka.
“Kamu harus masuk di sekolah itu,supaya
nanti gampang kuliahnya.”kata kakak pertamaku.
“Nanti kamu harus masuk jurusan sains,agar
karuan kedepannya.”sambung ayahku.
Bosan.Sangat
membosankan.Benarkah untuk memudahkanku? Atau hanya mewujudkan mimpi mereka
lewat aku?
Hari ini
disekolah, pelajaran seni.Dan tugas
untuk menggambar model.Tidak dipungkiri gambarku terlihat realistis.Sehingga
pak Agus guru seni memintaku untuk mengikuti lomba.Perasaanku campur aduk.Di
satu sisi senang,di sisi lain memikirkan orang tuaku yang tidak akan setuju.
Tiba di
rumah. Memberanikan diri untuk mengatakannya kepada ayah. “Ayah,Nana akan
mengikuti lomba seni pekan depan” Ayah yang tadinya fokus dengan buku
ditangannya,langsung menatap ke arahku. “Maksud kamu apa,ayah sudah bilang
untuk fokus di bidang sains saja.” “tapi,ini tingkat nasional yah”sambungku.
Dengan tegas ayahku berkata,”terserah.” Dan kemudian meninggalkanku.
Hari itu
tiba, aku harus berangkat ke Jakarta.Menikmati perjalanan,dengan perasaan tidak
karuan. Esok harinya,lomba itu dimulai. Mengerahkan seluruh kemampuan
terbaikku.Tak berharap untuk menang,tetapi tidak ingin mengecewakan.Lomba
berakhir.Dan momen menegangkan itu datang.Sengaja aku selipkan earphone di
telingaku.Agar tak mendengar apapun.Tak sadar namaku disebut.Teman disebelahku,
menepuk dan menarik earphone ku. “Ada apa?”ucapku “Lihat ke depan,kau juara
1,Na.” Langsung aku melihat ke depan.Memang benar. Tanpa disadari cairan bening
itu jatuh.Dan aku bergegas untuk naik ke pentas.
Semenjak
saat itu,aku yakin bakatku di bidang seni dan bukan sains.Kepulanganku,aku
menunjukkan penghargaan yang telah aku raih.Dan memberanikan diri untuk
menyampaikan bahwa aku tidak ingin belajar sains tetapi seni.Seperti
dugaan.Keluargaku menolaknya.Tidak menyerah,terus meyakinkan mereka.Di luar
dugaaan.Mereka setuju keputusanku.
Dari sini
aku belajar.Seorang anak tidak bisa dijadikan boneka oleh orang tuanya.Mereka
tidak bisa dibandingkan dengan orang lain.Setiap anak terlahir dengan
keistimewaannya sendiri-sendiri.Dan dalam satu saudara mereka bagaikan warna
pelangi yang saling melengkapi.Dan bersinar dengan warnanya masing-masing.