POLEMIK PENDIDIKAN
Luluk Belgis Nuril Aini
Sejak manusia dilahirkan hal pertama yang diberikan adalah
pendidikan. Jika pada zaman dahulu pendidikan diberikan untuk melahirkan
serdadu-serdadu perang, pendidikan di zaman modern diberikan untuk membangun, mengembangkan
dan menjaga negara dari ancaman. Tidak heran jika pendidikan dikatakan sebagai
urat nadi sebuah bangsa.
Dalam kehidupan, pendidikan dijadikan sebagai rahim
untuk melahirkan generasi terbaik dari sebuah bangsa. Perlu
digaris bawahi bahwa generasi terbaik tidak serta merta lahir begitu saja. Namun perlu proses yang cukup
panjang. Seseorang harus melelui pendidikan intelektual dan karakter terlebih
dahulu untuk menjadi generasi terbaik. Kedua
pengetahuan tersebut juga harus dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan. Jika
hanya dipelajari maka hanya akan menjadi sebuah teori tanpa pengaplikasian.
Pendidikan intelektual dan karakter bisa diperoleh dari
kegiatan belajar mengajar di sekolah ataupun dalam pergaulan. Karena sekolah
tidak hanya melahirkan peserta didik yang meiliki kemampuan intelektual yang mempuni, seklolah juga mampu
melahirkan peserta didik yang memiliki karakter terbaik dengan pengaplikasian
program sekolah. Kolaborasi yang epik ini akan melahirkan generasi terbaik
bangsa untuk meneruskan perjuangan para pahlawan.
Dalam perjalanan melahirkan generasi terbaik, kenyataanya
harus menemui hambatan. Secara tiba-tiba dunia diminta untuk berdiam diri.
Semua kegiatan dipaksa berhenti oleh keadaan. Tujuannya untuk memutus mata
rantai pandemi. Namun hal tersebut ternyata tidak mampu menghentikan laju
pandemi.
Dunia pendidikan yang awalnya dilaksanakan secara tatap
muka akhirnya dirubah menjadi virtual. Kelas-kelas dibuat dalam akun belajar, materi
dikirim melalui handphone dengan
harapan meskipun pandemi peserta
didik tetap bisa belajar. Tindakan tersebut ternyata tidak bertahan lama.
Karena banyak hal yang tidak mampu diatasi dengan kegiatan daring. Selain
perlunya adaptasi peserta didik yang belum terbiasa belajar melalui virtual,
mayoritas peserta didik mengalami kesulitan memahami materi.
Kondisi
ini sungguh sulit dihadapi namun, pendidikan harus terus berjalan untuk kebaikan
anak didik. Seperti yang dituangkan dalam surat edaran Kemdikbud tanggal 2 juli
2021 bahwa pembelajaran kembali dilakukan 100% secara daring setelah adanya
kebijakan peserta didik hadir ke sekolah 50%. Hal ini menunjukkan bahwa Pandemi
Covid-19 masih belum usai. Tugas pendidik untuk terus menyalurkan ilmu melalui
daring masih panjang.
Dalam
perjalanannya pembelajaran daring ini berdampak besar bagi pendidikan peserta
didik, dari pendidikan intelektual dan pendidikan karakter. Seperti yang
dituliskan di atas peserta didik kesulitan memahami materi. Terutama
pembelajaran yang memerlukan pengaplikasian langsung. Seperti matematika, kimia
dan fisika. Selain itu peserta didik tidak bisa memanfaatkan sarana penunjang
belajar untuk memudahkan memehami sebuah konsep tertentu. Seperti lab dan alat
praga. Lebih mirisnya lagi kebijakan belajar di rumah membuat peserta didik tidak
mengenal lingkungan sekolah secara langsung, melainkan secara virtual.
Selain
itu peserta didik acuh terhadap materi sehingga tidak pernah atau jarang
mengikuti pembelajaran. Untuk mengisi daftar hadir saja enggan, apa lagi
mengikuti materi pembelajaran dengan seksama. Karakter negatif ini jika
dibiarkan maka akan berdampak buruk bagi masa depan peserta didik. Dikarenakan
saat menginjak dunia perkuliaha atau dunia kerja seseorang harus mampu tanggung
jawab untuk terus mengikuti perkembangan. Jika tidak maka seseorang akan
tertinggal jauh.
Selain
kurangnya sikap tanggung jawab peserta
didik juga cenderung suka berbohong. Beberapa kasus peserta didik mengambil
gambar tugas orang lain untuk dikumpulkan sebagai miliknya. Hal ini sungguh
akan sangat merugikan jika dibiarkan begitu saja. Pembelajaran daring ini
membuat sebagian peserta didik mengabaikan kegiatan belajar.
Seperti
yang dituangkan dalam jurnal review pendidikan dasar Unesa yang berjudul
Analisis Karakter Religius Peserta didik dalam Belajar pada Masa Panemi, peserta
didik menjadi tidak bertanggung jawab (pemalas, tidak peduli terhadap lingkungn
sekitar, kurangnya efektivitas dalam belajar karena kecanduan aplikasi hibura,
game, youtube dan lain-lain). Kondisi pandemi dan kebijakan pembelajaran menggunakan
gawai/ handphone dimanfaatkan oleh pererta didik untuk
melakukan aktivitas lain dengan mengatas namakan pembelajaran. Saat kecanduan
peserta didik akan kesulitan mengikuti pembelajaran. Penggunaan gawai/ handphone yang salah akan menimbulkan dampak negatif
yang besar.
Kondisi
pandemi ini juga mengakibatkan tidak terlaksananya program-program sekolah yang
telah dirancang untuk mendukung kualitas peserta didik. Seperti halnya kegiatan
literasi 15 menit di awal pembelajaran. Kegiatan tersebut sungguh tidak
dapat dilaksanakan karena waktu
pembelajaran dimasa pandemi dipangkas menjadi 45 menit dalam setiap pertemuan. Sehingga
membuat peserta didik kesulitan mengembangkan bakat dan minatnya selama di sekolah.
Hal ini juga membuat guru kesulitan dalam menemukan potensi diri peserta didik
karena tidak bertemu secara langsung.
Untuk
itu perlu adanya inovasi pembelajaran daring yang lebih efektif dan
berkelanjutan, untuk mengembalikan kembali jiwa intelektual dan karakter positif peserta
didik. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama dalam mencapai tujuan
pendidikan. Selain adanya inovasi, setiap pendidik juga harus mempu menjadi
penyemangat motivator bagi pesert didiknya untuk terus semangat menjalani pembelajaran di masa
pandemi ini. Sehingga penerus negeri ini adalah sosok yang berkualitas dari
segi intelektual, karakter sera religius.