Aku Dina, Kata saudaraku aku adalah seorang
pemimpi disiang bolong. Kata itu terus menerus terngiang dibenakku dan
membuatku sangat malas untuk bertemu dengannya. Jujur, sebenarnya aku anak yang
sangat pemalas tetapi, seorang pemalas juga mempunyai impian.
Pada saat duduk di bangku Sekolah
Dasar guruku menanyakan cita citaku dimasa depan aku dengan entengnya menjawab
ingin menjadi Polisi. Setelah 6 tahun selesai di bangku Sekolah Dasar, aku
mendaftarkan diri di sekolah dipilihan orang tuaku. Pada saat SMP cita-citaku
berubah, aku tak ingin menjadi Polisi karena fisikku tidak sesuai kriteria
seorang polisi dan semenjak itu aku tidak memikirkan cita-citaku lagi. Saat
kelulusan tiba aku sudah memikirkan akan meneruskan sekolah di tempat yang ku
inginkan. Aku daftar Sekolah Menengah Atas lewat jalur Afirmasi ya, lewat jalur
kemiskinan kata teman ku yang diucapkan lewat grup WhatsApp. Aku memang bukan
dari keluarga berada tetapi, Aku akan membuktikannya bahwa masuk sekolah lewat
jalur kemiskinan bukan berarti bodoh. Selama kelas 10 sampai kelas 11 aku tidak
memikirkan masa depanku pada saat itu yang ada dipikiranku adalah yang penting
rajin dan dapat nilai bagus. Saat menaiki kelas 12 aku mulai khawatir dengan
masa depanku.
Aku merasa tidak punya bakat sama
sekali selama duduk dibangku sekolah. Saat hampir kelulusan sekolah aku ingin
sekali melanjutkan ke bangku kuliah tetapi, kata ibuku ‘’Setelah lulus SMA
bekerja saja ya nak, ibu tau dina ingin sekali kuliah tetapi, ekonomi keluarga
kita tidak cukup’’ Aku dibingungkan oleh 2 hal, mengikuti kemauanku atau orang
tuaku. Jika aku kuliah, rasanya tidak ingin sekali mendengar keluh kesah orang
tuaku banting tulang untuk membiayai kuliahku
Pada saat pengumuman kelulusan rasanya aku tidak yakin dengan nilaiku sendiri. Tetapi tuhan berkehendak lain, Aku lulus dengan nilai yang tinggi dan masuk kuliah lewat beasiswa. Seperti mimpi rasanya, aku memilih jurusan aritek ya, akhirnya mimpiku sudah terencanakan.
Karya: Dina Nur Amalia XI MIPA 5