(0331) 6546436755
smadasit@yahoo.com

LEBIH DARI AKSI

Oleh : administrator Kategori : CERPEN 28 October 2021

LEBIH DARI AKSI



“Mohon perhatian, di tujukan kepada penumpang kereta tujuan Malang di harap segera menaiki kereta.” Suara itu menyelip diatara keramaian stasiun. Aku segera menuju kereta, ransel kecil dipundak serta handphone ku genggam di tangan kiri. DICARI SUMANTO! Terdapat foto seseorang di antara tulisan yang ku baca. Memang pada saat ini sedang ramai-ramainya berita Sumato. Badan besar tegap, postur tubuh yang menjadi idaman kaum adam. Pencuri legendaris yang kembali muncul beberapa pekan lalu. Rumah mewah milik saudagar kaya raya yang berhasil di bobol tanpa meninggalkan jejak apa pun. Pintu, jendela bahkan lubang fentilasi pun tdak ada tanda-tanda dibuka paksa. Polisi sampai membentuk satgas khusus untuk menangkapnya. Aku mempercepat langkahku mengejar waktu yang terbuang sia-sia untuk membaca poster tersebut. Aku masuk mendesak kerumunan dimulut pintu. Beruntung tubuh kecil yang ku miliki mempermudah langkahku. Aku duduk di tengah gerbong disamping gadis kecil yang memeluk boneka baby tyrex berwarna hijau. Sekian saat mataku tak lepas dari boneka itu, sedikit senyum ku berikan. “Hai manis, siapa namamu?” “Genta.” Tampak jelas sedikit kerisauan di wajahnya. Entah mengapa dia sendirian di dalam kereta dengan waktu tempuh 12 jam. “Boneka yang lucu, boleh saya temani Genta sampai stasiun akhir?” “Ehm...tapi jangan macam-macam ya om!” jawab dia dengan wajah yang lagi-lagi penuh kerisauan. ”Om tau kau sedang takut, sini mendekap letakkan kepalamu di badan saya.” Ku raih kepala kecilnya itu. Tak lama seorang polisi berdiri di depan koridor dan mengeluarkan sepucuk surat. “Perhatian, Suminto berada dalam gerbong ini. Dia sedang dalam perjalanan menuju malang bersama kita. Dia berpergian seorang diri. Dia menggunakan nama samaran berinisial H. Kami akan melakukan penyisiran dari gerbong ini Hati-hati, jaga harta berharga kalian.” Suasana menjadi kacau,semua orang panik bahkan mereka tidak lagi mempercayai orang di sampingnya. Segala barang bawan mereka pangku di paha. Tangan merangkul erat tanpa sedikit pun lengah. Genta menangis di pangkuanku sambil memeluk erat bonekanya. Air matanya membasahi dadaku. Ku elus kepala mungilnya itu sembari membisikkan kata “Kita kan baik-baik saja.” Hanya kata itu yang dapat ku ucapkan kepadanya. 4 orang berseragam hitam di balut dengan rompi anti peluru, tak lupa senjata laras panjang berkalung di bahunya. Mereka memsuki gerbong kami lalu menghampiri setiap orang dan memeriksa kartu pengenal pada setiap orang. Terdapat 12 orang berinisial H, 7 diantanya adalah perempuan, dan 3 diantarnya adalah balita yang masih menyusuhi. Tinggal 2 orang berisnial H, yaitu seorang pemuda yang akan pulang kampung ke malang bernama Hasibuan, salah seorang lagi adalah aku sendiri, Hasan As’saadi. Lantas aku dan Hasibuan di gelandang menuju tengah koridor. Aku terpaksa meninggalkan Genta dari pangkuanku, dia menangis lebih kencang mendekap bonekanya yang sudah di basahi air mata. Hasibuan yang pertama di introgasi, dia mendapat perlakuan kasar dari ke 4 orang tadi. Senjata mereka gunakan umtuk memukul bahu Hasibuan. Pipinya menerima puluhan pukulan yang dilayangkan. Baru 5 menit wajahnya sudah penuh dengan darah begitu pula dengan baju yang sudah di penuhi bercak merah. Hasibuan kemudian di gelandang ke gerbong kargo meninggalkan aku sendiri di belakang koridor. Tak lama seorang inspektur menghampiriku dan mengucapkan selamat. “Selamat, anda bisa kembali ke tempat duduk anda.” Tanpa pikir panjang aku pun langsung beranjak dari belakang koridor. Rupanya ke 4 oarang tadi sudah mengenali ku dan membiarkan ku begitu saja. Semua orang kembali duduk dengan tengan, mereka mengira Sumanto telah berhasil di tangkap. Seorang pencuri legendaris yang berbahaya dengan mudah di tangkap di dalam gerbong kerata. Sebenarnya Aku adalah Suminto, penyamaran yang mulus dengan backingan orang dalam. Aku pun bebas mencuri di mana aku mau dan aku bisa. Hal seperti ini sering terjadi. Tikus berdasi berkeliaran dengan tenang karena memiliki uang yang cukup banyak untuk mendapatkan perlindungan dri pihak berwajib. Mereka dengan mudah menuduh orang lain tanpa bukti. Kami generasi Z berupaya menghentikan hal seperti ini.

Karya: Dimas Septa Maulana XI MIPA 5

administrator

Administrator

Postingan Terbaru