Sekolah Menengah Atas adalah jenjang pendidikan menengah yang dirancang
untuk menyiapkan peserta didik melanjutkan ke pendidikan tinggi. Namun pada kenyataannya
tidak semua lulusan Sekolah Menengah Atas melanjutkan ke pendidikan tinggi, dan
sayangnya mereka tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk menghadapi
tantangan hidup di masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
pengetahuan dan keterampilan dalam berwirausaha. Sebagian besar lulusan berorientasi
menjadi pegawai atau pencari kerja bukan menjadi wirausahawan yang dapat
menciptakan lapangan kerja. Pola pikir tersebut perlu diubah seiring dengan
berbagai perkembangan, tantangan, dan persaingan dalam era globalisasi.
Struktur Kurikulum 2013 SMA memuat mata pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan yang memberikan pemahaman dasar tentang kemampuan berwirausaha
kepada peserta didik, dengan tujuan peserta didik dapat mempelajari teori dan
nilai-nilai kewirausahaan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata
melalui praktik, baik yang terintegrasi dalam mata pelajaran maupun yang
dilaksanakan di luar mata pelajaran atau kegiatan ekstrakurikuler.
Hingga saat ini, konsep kewirausahaan masih terus berkembang.
Kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru yang bernilai dan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. ”An entrepreneur is one who creates a new
business in the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving
profit and growth by identifying opportunities and assembling the necessary
resources to capitalize on those opportunities” (Zimmerer, 1996). Wirausahawan
adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai
kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan berbagai sumber daya yang dibutuhkan
untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat
dan karakter untuk mewujudkan ide inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif
untuk meningkatkan pendapatan.
Banyak ahli yang menekankan kewirausahaan pada peran pelaku bisnis.
Namun sebenarnya karakter kewirausahaan juga dapat dimiliki oleh orang-orang
yang berprofesi di luar wirausaha. Karakter kewirausahaan ada pada setiap orang
yang menyukai perubahan, kemajuan, dan tantangan apapun profesinya. Inilah nilai
yang sebenarnya hendak ditanamkan pada diri peserta didik dengan implementasi
pendidikan kewirausahaan di sekolah. Tujuan utamanya bukan bagaimana seorang
siswa mampu berprofesi sebagai wirausahawan, namun lebih kepada bagaimana
mereka memiliki karakter layaknya seorang wirausahawan.
Salah satu karakter penting dalam diri seorang wirausahawan adalah
empati. Empati merupakan karakter
positif. “Empati adalah kemampuan untuk mengakui, memahami dan berbagi perasaan
dengan orang lain, layaknya berjalan di dalam sepatu milik orang lain” (Sumer,
2015). Mengembangkan rasa
empati sangat penting
berkenaan dengan usaha menumbuhkan jiwa wirausaha. Rasa empati yang tinggi akan
membantu kita menghasilkan karya yang tidak hanya dapat dinikmati dan
menguntungkan diri sendiri tetapi juga dapat dinikmati dan menguntungkan
sesama.
Berbagai
penelitian menemukan bahwa generasi saat ini kurang berempati dibandingkan
generasi sebelumnya. Dan inilah awal dari terciptanya generasi “tukang
bully”, saat anak tidak lagi berempati, anak akan tumbuh jadi remaja dan orang
dewasa yang tidak punya rasa peduli terhadap orang lain. Karakter empati ini
tentu tidak datang tiba-tiba. Anak harus
dilatih sedini mungkin. Salah satu upaya sekolah untuk melatihkan karakter
empati yaitu melalui pendidikan kewirausahaan. Program ini memiliki learning outcome kemampuan mencipta sebuah produk
yang inovatif, bermanfaat dan laris di pasar. Penciptaan produk tersebut tentu
saja harus melalui serangkaian proses panjang agar sesuai dengan keinginan
konsumen.
Salah satu tahap dalam penciptaan produk kewirausahaan
sekolah adalah empati. Peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan memahami situasi
dan perasaan konsumen. Melalui empati,
peserta didik diharapkan mampu memahami realitas pasar atau potensi para pembeli dengan hatinya, sehingga
mereka secara otomatis akan memiliki intuisi untuk menciptakan produk
kewirausahaan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan pasar atau para pelanggan. Empati
yang mereka miliki mempertajam keyakinan hati dan menginformasikan realitas
dengan benar, sehingga mereka dapat segera mengambil keputusan yang cepat,
untuk mempermudah proses penciptaan produk sesuai keinginan dan kebutuhan
pelanggan. Empati membuat peserta
didik sadar atas situasi orang lain (pelanggan), mau mendengar darinya, dan
merespon perasaannya untuk menunjukkan bahwa dia dapat
memahaminya secara tepat
Jika
pendidikan kewirausahaan ini dilaksanakan secara kontinyu di semua jenjang,
maka karakter empati ini akan membudaya di kalangan peserta didik. Pendidikan
kewirausahaan ini mengusahakan agar peserta didik mengenal nilai-nilai,
terutama karakter empati, menilai, menentukan pendirian, selanjutnya menjadikan
karakter empati ini sesuai keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik
belajar melalui proses berpikir, bersikap, berbuat, dan pada akhirnya akan
menjadikan empati sebagai sebuah kebiasaan.
Saat ini kita sudah tiba di era revolusi industri yang keempat,
kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) semakin cepat, cerdas dan
dapat diandalkan. Namun empati hanya dapat dilakukan oleh manusia, tidak dapat ditiru
oleh mesin paling canggih sekalipun. Karena
empati adalah kekuatan kita, sebagai manusia.
Penulis
NIKMATIL HASANAH
Guru SMA Negeri 2 Situbondo