“Wush” hembuan
angin menerpa dahan pepohonan. Wabula, nama desa itu. Kondisi hari itu bagaikan
berada didalam sauna, sangatlah panas.
“Satu..dua...tiga..baa..”
bisik bocah perempuan itu.
“Arghhh...”
Bocah laki itu tersentak.
Arsyila Tania,
seorang anak kecil yang berusia sepuluh tahun dan sahabatnya, Aditya Reyhan.
Arsy memiliki sifat ceroboh, pelupa, dan malas. Lain hal dengan Reyhan bersifat
ambisius dan pantang menyerah.
Kedua anak itu
menjadi primadona, sebab meraka ahli dalam bidang teknologi. Meskipun mereka
tinggal di desa, tak menjadi hambatan untuk memiliki mimpi yang besar.
Pembicaran
mereka berubah yang dahulu hanya seputar permainan kini mereka bertukar pikiran
tentang masa depan. Pendidikan kuliah memisahkan keduanya, pengambilan jurusan
mereka hampir sama yaitu Arsy yang mendalami di bidang Manajemen Infomasi dan
Reyhan yang berpacu di bidang Informatika. Meskipun mereka terhalang oleh
pendidikan tak menjadi rintangan untuk saling memberi kabar masing-masing walau
tidak konsisten. Suatu hari saat mereka berkeluh kesah tentang kehidupan,
terlintas sebuah ide dari Reyhan untuk membuat suatu teknologi, Ponsel implan.
Ponsel implan adalah suatu teknologi
ponsel namun diimplankan ke dalam tubuh manusia. Dalam teknologi ini
memanfaatkan sensor gelombang otak untuk berkomunikasi.
Bertahun-tahun terus
diarungi oleh mereka, hingga mereka lulus. Mereka bertemu di desa Wabula ,
atmosfir menghangat saat Arsy menatap Reyhan di sebrang jalan. Pertemuan ini bagaikan
Juni yang menantikan musim penghujan.
Suara jangkrik
bersahut-sahutan, angin terus berhembus di dinding kamar Arsy. “Tok..tok..” ketukan dari jendela
kamarnya yang Arsy rindukan. Tanpa bergeming ia pun menuju sumber suara.
Terlihat sosok lelaki yang tak asing baginya, namun kali ini berbeda. Wajah
Reyhan pucat,
“Arsy jadikan?”
“Iya.. Eh- kamu
sakit Rey?!”
“ Tidak apa-apa
Sy,Kecapean aja habis perjalanan.”
“Oh...oke.”
Mereka pun
mempercepat langkah kaki, sampai di sebuah tempat yang terlihat usang dan berdebu. Disana mereka menyatukan
pikiran untuk mewujudkan mimpi mereka. Hingga musim berganti, teknologi itu
hampir mencapai finish. Namun akhir-akhir ini Reyhan tak tampak membuat Arsy
begitu cemas.
Dia memutuskan
utnuk pergi ke rumahnya. Tak ada sautan dari jawaban Arsy, dia pun memutuskan
untuk menelfon Reyhan. Pada dering bunyi ke empat kemudian ada sahutan dari
seberang, namun suara itu asing bagi dia.
“Rey, aku udah
ada di depan rumah mu.”
“Maaf nak, ini
ibunda Reyhan. Reyhan ada di rumah sakit.”
Mendengar jawaban itu membuat dia bergegas
menghampiri rumah sakit yang Ibunda Reyhan katakan lewat chat.
Langkah Arsy
terhenti di sebuah ruangan. Dia melihat Reyhan dengan alat medis di sekujur
tubuhnya. Kemudian Ibunda Reyhan berkata dengan lirih,
“Kanker otak,
nak.”
Kaki Arsy lemas
membuat dia terduduk di kursi. Tak lama kemudian dokter memberi tahu bahwa
Reyhan telah tenang di alam sana beberapa menit lalu. Peristiwa itu terjadi
saat Arsy menuju ke rumah sakit ini. Sakit hanya itu yang bisa di rasakan dia.
Siapa sangka Arsy hanya bisa menyapa Reyhan
lewat gundukan tanah itu, derai air mata terus menerus membahasi pipi
mungilnya. Terlintas di pikirannya untuk mengakhiri rancangan yang dibuat
Reyhan. Namun Arsy menepis pikiran itu jauh-jauh, dia teringat akan latar
belakang dari ide Reyhan.
Awal cerita Arsy
yang sedang ada kelas malam di kampus membuat dia terburu-buru keluar kelas.
Karena sifat Arsy yang pelupa, dia meninggalkan telepon genggamnya di loker
kampus. Saat arsy berjalan pulang dia melihat segerombol lelaki yang setengah
sadar. Arsy saat itu hanya bisa berfikir positif, namun keberuntungan tak
memihak Arsy. Dia hampir saja dilecehkan, saat itu pula Arsy merogoh tas untuk
mencari telepon gengam, dia tak menemukan benda itu. Panik hanya itu yang bisa
dia rasakan. Kemudian pandangan lelaki itu terbuyar saat ada seorang yang
melewati jalan itu. Arsy merasa ada kesempatan, dia pun mencoba untuk kabur
sebisa mungkin. Oleh karena itu Reyhan terinspirasi dari pengalaman itu.
Berbulan-bulan
Arsy menngganti tugas Reyhan itu. Hingga di puncak acara,Arsy menyiapkan diri
saraya menatap dirinya di cermin. Pandangan dia terbunyar saat dia melihat
secarik foto Reyhan dengannya. Lamunan Arsy terpecahkan saat mendengar staff
memangilnya untuk bersiap.
Beberapa jam-jam dia habiskan, ia berhasil mempresentasikan teknologi itu kepada dunia. Lega perasaan Arsy, impian Reyhan dengannya terwujud. Meskipun Sang pemilik harapan itu tidak hadir tetepi ia yakin bahwa dia pasti bahagia di sana.
Karya: Suryatiningsih XII A 3