Hari kenaikan kelas tiba, Nara dan Naira memperoleh nilai yang memuaskan. Memang sejak SD mereka
selalu mendapatkan peringkat 3 besar,jadi tidak heran jika saat ini Naira masih
mendapat peringkat pertama di kelasnya,
sedangkan Nara turun ke peringkat empat. Pak Fathan awalnya tidak berkomentar apapun kepada Nara
namun sampainya di rumah, Pak Fathan membanting raport yang ia genggam dengan
kuat sedari tadi.
“Bagaimana
mungkin kamu bisa mendapatperingkat ke empat, Nara!?”
Nara dan Naira kaget
melihat ayahnya membentak Nara. Padahal tidak pernah sebelumnya ayah mereka
membentak siapapun di rumah.
“Tapi yah, aku Cuma turun satu kali, semua nilai aku itu bagus”
“Tapi apa!? Nilai kamu itu buruk! Lihat coba kakak kamu itu,semua
predikat yang didapat itu A, sedangkan kamu? Hah B, Memalukan!”
“ Kok ayah malah ngebanding bandingin aku sama Naira? aku ya aku.
Naira ya Naira. Ayah ga bisa sama samain aku dengan siapapun. Rapot aku itu B
yah, bukan C ataupun D. Dan itupun Cuma satu.”
Nara
mengambil raportnya dan berjalan cepat menuju kamarnya. Dia naik darah setelah
mengalami hal yang baru kali ini terjadi. Melihat hal itu, Naira berusaha
menenangkan Nara. Namun Nara sedang
tidak mau mendengarkan siapapun, termasuk Naira dan Ibundanya.
Nara
berambisi untuk mengalahkan siapapun yang lebih unggul dari dirinya termasuk
Naira, ia membuktikannya dalam jangka waktu 8 bulan. Mereka berdua sama sama
mendaftar di Universitas Indonesia. Hari pengumuman tiba, Nara tersenyum
kegirangan saat tau bahwa dirinya berhasil masuk ke UI. Akan tetapi, Naira
tidak berhasil lolos di UI, melainkan ke universitas swasta. Saat itu juga, Pak
Fathan merasa bersalah karena sudah membuat kedua putrinya bersaing. Meskipun sudah terjadi, Nara akhirnya mau
memaafkan ayahnya dan kembali menjadi keluarga harmonis menempuh jalan
kesuksesan masing masing.
Karya: Revalina Dwi Cahyanti XI MIPA 5